Selasa, 29 November 2011

Hamas dan Hisbullah: Satu atau Dua Strategi?


Hamas dan Hisbullah: Satu atau Dua Strategi?
Yerusalem – Di sini, di kantor Search for Common Ground Yerusalem, saya bekerja dengan orang-orang Palestina yang memiliki keluarga di Gaza, dan kami mempunyai satu orang staf di Beirut. Kerabat Israel saya tinggal di selatan, yang berada dalam rentang jarak roket-roket Qassam yang ditembakkan dari Gaza oleh Hamas, dan di utara, yang berada dalam rentang jarak roket-roket Katyusha yang ditembakkan dari Lebanon oleh Hisbullah.

Institut Re'ut, sebuah lembaga pemikir Israel yang dikelola oleh mantan penasihat Perdana Menteri Ehud Barak, mengajukan dua pertanyaan tentang keputusan Israel yang memperlakukan Hisbullah sebagai organisasi berbahaya yang terpisah dari pemerintah Lebanon (walaupun ia memiliki kursi di parlemen) seraya secara bersamaan menyerang Hamas dengan menghancurkan bangunan-bangunan pemerintah Palestina selain sasaran-sasaran militer.

Kedua pertanyaan tersebut adalah:

Apakah ide yang mendasari di belakang pembedaan antara Hamas dan Hisbullah?

Apakah kerusakan pada sasaran bangunan politik Palestina membantu kepentingan strategis Israel – atau, sebaliknya, apakah "perlindungan" bagi pemerintah Lebanon membantu pertempuran melawan Hisbullah?

Semua ini juga merupakan pertanyaan-pertanyaan penting bagi kebijakan AS, baik dalam krisis yang sedang terjadi dan dalam pendekatannya terhadap "Perang Global Melawan Teror". Dan ada perdebatan yang terkait tentang kebijakan apa yang harus dilakukan terhadap negara-negara seperti Iran dan Syria yang menggunakan kelompok-kelompok seperti Hisbullah dan Hamas sebagai boneka mereka.

Doktrin Bush tidak membedakan antara kelompok-kelompok teroris dan negara-negara yang melindungi mereka. Hal ini masuk akal untuk beberapa kasus, seperti dalam keputusan untuk menghancurkan tempat perlindungan Al Qaeda di Afghanistan, tetapi ia juga mengakibatkan kebingungan dan penggunaan kekuatan tidak pada tempatnya, seperti dalam keputusan untuk
mengejar Saddam Hussein sebagai pengganti Osama Bin Laden.

Saya percaya bahwa memperlakukan aktor bukan negara seperti halnya negara sama saja dengan menggantang asap. Negara lebih mudah dihadapi, baik secara politis maupun militer. Sebagai penanda tangan berbagai perjanjian dan anggota organisasi internasional, mereka terikat dengan sistem internasional dan dapat didekati baik dengan pemberian penghargaan dan hukuman. Sebagai suatu kesatuan yang memiliki wilayah dan perbatasan, mereka tidak dapat berpindah kemana-mana. Seseorang yang ingin membom mereka dapat selalu menemukan mereka di tempat yang sama. Di lain pihak, kelompok-kelompok teroris sangat licin, dengan aset yang lebih sedikit, dan lebih sedikit cara untuk memberi penghargaan atau hukuman.

Untuk mejawab pertanyaan-pertanyaan Re'ut, ada perbedaan yang jelas antara Hisbullah dan Hamas saat ini. Terlepas dari kedekatan hubungannya dengan Syria dan Iran, Hisbullah bertindak sebagai milisi independen, tanpa persetujuan pemerintah Lebanon. Pertempuran Israel di perbatasan sebelah utara adalah melawan Hisbullah. Strategi "perlindungan" pemerintah Lebanon adalah sesuatu yang benar dan harus dilaksanakan terus. Serangan meluas atas infrastruktur Lebanon, yang telah menghancurkan banyak pelabuhan, bandara,
dan jalan negara tersebut, hanya akan membawa pada kematian warga sipil dan semakin memperburuk konflik.

Masalah Hamas jauh lebih rumit, bukan hanya karena oganisasi tersebut telah terpilih untuk memimpin Otorita Palestina (melalui Dewan Perwakilan Palestina, walaupun lawan mereka pemimpin Fatah Mahmoud Abbas masih memegang tampuk kepresidenan), tetapi juga karena ia hanya merupakan satu segi permasalahan akibat pendudukan Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza dan semakin memburuknya konflik Israel-Palestina.

Saya mengusulkan bahwa setiap orang yang merancang strategi-strategi keamanan nasional bagi AS dan sekutu-sekutunya perlu mengembangkan berbagai pendekatan baru dalam berurusan dengan aktor-aktor bukan negara dengan memandang jauh ke depan melampaui berbagai reaksi emosional atas terorisme dan menyamaratakan hubungan antara negara-negara dan aktor-aktor lain. Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab selanjutnya termasuk yang berikut ini:

Apakah tersedia alat-alat yang, selain kekuatan senjata, dapat mempengaruhi perilaku aktor-aktor bukan negara?

Apakah kekuatan senjata benar-benar dapat berhasil? Apakah konsep-konsep seperti penangkalan dan pemaksaan bermanfaat?

Mengingat bahwa mereka tidak dapat menandatangani perjanjian-perjanjian internasional, bagaimana caranya menuntut komitmen aktor bukan negara (misalnya untuk melakukan gencatan senjata)? Kapankah negara dianggap bertanggung jawab atas tindakan-tindakan aktor-aktor bukan negara?

Saya yakin ada lebih banyak pertanyaan. Untuk sementara, saya mengusulkan agar para aktor bukan negara diatasi sesuai apa adanya mereka – kawan atau lawan. Dan dalam menghadapi mereka, strategi harus dirancang untuk menghindari penghukuman mereka yang tidak berdosa dan untuk membatasi eskalasi mejadi konflik antarnegara.

*********

Gayle Meyer adalah Direktur Proyek Keamanan Regional di Search for Common Ground di Timur Tengah. Ia bisa dihubungi di gmeyers@sfcg.org. Artikel ini disebarluaskan oleh Common Ground News Service (CGNews) dan bisa diakses di www.commongroundnews.org.

  
 

Artikel lain dalam edisi inin

AS Memerangi Teror dengan Aksi Kemanusiaan oleh Carlos H. Conde
Bukan Musuh, Tetapi Juga Bukan Tetangga Yang Dapat Diandalkan oleh Yossi Alpher
~PANDANGAN KAUM MUDA~ Amerika di Dunia: Tidak Terlalu Indah oleh Jennie Kim
Lebanon dan Israel Bertukar Pikiran Secara Online oleh Jean-Marc Manach

Tidak ada komentar:

Posting Komentar