Selasa, 29 November 2011

Rahasia Kemenangan Hizbullah


Nov 15, '06 11:10 PM
untuk semuanya
Kategori:Lainnya
Rahasia Kemenangan Hizbullah
(pernah dimuat di harian Padang Ekspres)

Perang Lebanon telah usai. Meski menorehkan banyak luka, derita, dan kehilangan, rakyat Lebanon menyambut kemenangan ini dengan suka cita. Masyarakat Dunia Arab juga gembira. Kemenangan Hizbullah melawan agresi Israel, yang sering disebut-sebut sebagai kekuatan militer nomor satu di Timur Tengah, seolah-olah telah mengembalikan muka Dunia Arab. Sebagaimana diketahui, pada tahun 1967 Israel secara tiba-tiba melakukan serangan terhadap wilayah Mesir, Syria, Jordan. Hanya dalam waktu enam hari, ketiga negara yang menjadi representasi perlawanan bangsa Arab terhadap Israel itu, kalah telak. Namun kini, sebuah kekuatan milter yang sederhana dari segi peralatan tempur ternyata tidak bisa dikalahkan Israel, meski rezim ini sudah menghabiskan dana antara 95-115 juta dollar AS per hari selama 34 hari perang. Bukan hanya Dunia Arab, Dunia Islam secara umum pun bangkit harga dirinya dan meraih keyakinan kembali bahwa Israel bukanlah negara tak terkalahkan, sebagaimana yang selama ini menjadi mitos.

Analis militer Iran, Doktor Ala'i, menyimpulkan bahwa anggota pasukan Hizbullah memiliki tiga karakteristik penting yang menjadi kunci kemenangannya dalam perang ini. Hizbullah memiliki pasukan yang tidak takut mati dan menganggap bahwa kematian syahid adalah tujuan hidup; telah menjalani latihan militer yang sangat ketat; dan mengenali dengan baik setiap sentimeter medan perang. Kekalahan Israel sesungguhnya dimulai ketika mereka mengirimkan pasukan darat ke dalam kawasan Lebanon selatan. Medan peperangan yang berbukit-bukit, bersemak, dan berpohon-pohon, memberikan kesempatan bagi Hizbullah untuk memenangkan perang. Di televisi diperlihatkan, suatu saat suatu kawasan sudah dibombardir habis oleh pesawat Israel, dan secara teori, seharusnya semua pasukan Hizbullah yang berada di kawasan itu tewas. Namun tiba-tiba dari dalam tanah, bermunculan tentara Hizbullah dan melakukan serangan balik kepada tentara darat Israel.

Analisis politik Iran lainnya menyebut bahwa kunci kemenangan Hizbullah adalah solidnya pasukan dan rapinya jaringan komunikasi selama perang berlangsung. Hizbullah sama sekali tidak bisa ditembus oleh mata-mata Israel, yang sudah sangat terkenal kehebatannya itu. Bisa dipastikan, hal ini bersumber dari dukungan rakyat. Konon, setiap keluarga warga Lebanon selatan salah satunya pasti menjadi anggota Hizbullah, baik aktif maupun pasif. Kesolidan pasukan Hizbullah juga membuat saluran komunikasi dari panglima tertinggi hingga ke pasukan terdepan tidak bisa diputus oleh Israel. Selain itu, penghubung komunikasi antara Hizbullah dengan rakyat Lebanon, yaitu televisi Al Manar, tetap mengudara selama perang. Padahal, Israel telah membombardir banyak situs yang disangka sebagai pusat penyiaran televisi ini, termasuk stasiun televisi nasional Lebanon.

Kini, ketika perang usai, Hizbullah masih terus menjadi berita. Pasalnya, organisasi militer ini bergerak cepat untuk membantu rakyat Lebanon korban perang. Mereka memberikan bantuan uang 12.000 dollar AS untuk tiap keluarga yang kehilangan rumah, yang digunakan untuk menyewa rumah selama setahun, sampai rumah mereka kembali dibangun. Para anggota Hizbullah yang semula angkat senjata, kini tengah sibuk bekerja membangun atau memperbaiki kembali berbagai sarana fasilitas umum yang rusak akibat perang, dan setelah itu mereka merencanakan akan membangun kembali rumah-rumah yang hancur. Selain pasukan Hizbullah, diperkirakan, ada sekitar 1000 tenaga profesional, terutama insinyur teknik, yang menjadi sukarelawan dalam program rekonstruksi yang disebut dengan Jihad Al Bina (Jihad Pembangunan) ini.

Gerak cepat Hizbullah ini, tak urung menimbulkan kekhawatiran dari negara-negara Barat, sebagaimana dilansir Financial Times (27/8). Koran ini bahkan menyebut Perancis telah menyeru negara-negara Arab agar segera mengumpulkan dana rekonstruksi Lebanon, supaya tidak ketinggalan dari 'kekuatan radikal'. Meskipun disanggah oleh Hizbullah, banyak pihak yang mengira, sumber dana besar yang dimiliki organisasi militer itu berasal dari Iran. John Bolton, Duta Besar AS untuk PBB seperti dikutip Associated Press (28/7), menyatakan bahwa Iran membantu Hizbullah 100 juta dolar pertahun.

Menurut pengamatan saya, angka 100 juta dolar pertahun itu sulit dipercaya. Kondisi perekonomian Iran saat ini tidaklah memungkinkan untuk mengirim bantuan dalam jumlah yang sedemikian besar kepada Hizbullah. Iran bukanlah negara kaya. Menurut Bank Dunia, pendapat per kapita Iran saat ini rata-rata 2429 dollar dolar dan berada di urutan ke-99 negara dunia. Pemerintah negara ini masih harus berjuang menyelesaikan banyak masalah dalam negeri, terutama masalah pengangguran (11 persen) dan inflasi (yang saat ini masih di atas 10 persen). Pemerintah Iran juga masih harus menanggung subsidi yang sangat besar pada berbagai sektor ekonomi nasional.

Lalu, dari manakah sumber keuangan Hizbullah yang sedemikian besar itu? Saya menduga, sumbernya adalah mobilisasi dana kaum Syiah seluruh dunia, yang dikelola oleh para ulama mereka. Di dalam mazhab Syiah, dikenal zakat penghasilan (disebut khumus) sebesar 20 persen pertahun, yang harus langsung diserahkan kepada para ulama tertentu yang memiliki predikat marji' (rujukan). Setahu saya, di Iran minimalnya ada sembilah ulama berstatus marji' (antara lain, Ayatullah Khamenei, Ayatullah Lankarani, Ayatullah Behjat), di Lebanon ada satu ulama marji' bernama Ayatullah Muhammad Husein Fadhlullah, dan dari Irak dikenal nama Ayatullah Sistani. Bisa dibayangkan, betapa besar dana zakat dari seluruh penjuru dunia yang berada di tangan para ulama itu. Dana besar itu dimanfaatkan sesuai dengan pertimbangan para ulama tersebut. Sangat masuk akal bila Hizbullah menjadi salah satu tempat penyaluran dana itu, yang pada gilirannya dimanfatkan organisasi militer itu untuk kepentingan korban perang di Lebanon.

Terlepas dari masalah siapa yang memberi dana kepada Hizbullah, seharusnya dunia Islam tidak tinggal diam dalam melihat proses rekonstruksi di Lebanon. Sangat miris bila diingat bahwa justru Perancis yang menyerukan agar negara-negara Arab mengumpulkan bantuan (terlepas dari apa motivasi Perancis di balik seruan ini). Sebagaimana diungkapkan di awal tulisan ini, kemenangan Hizbullah telah menyelamatkan muka dunia Arab, karena itu sudah seharusnya mereka berterima kasih dengan cara membantu proses rekonstruksi. Terlebih lagi, seperti dikatakan seorang analis politik Iran, bila dunia Arab dan dunia Islam pada umumnya bersatu membantu Lebanon, secara politis, Israel akan semakin tersudut. Terakhir, mengapa 'siapa yang membantu Hizbullah' harus dipermasalahkan, sementara AS dibiarkan setiap tahun secara terang-terangan menyuplai 2,2 milyar dollar ke Israel?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar